(Cerita Rakyat Dari Daerah Sarmi)
JUBI-Di
lembah Gunung Oteraf, tepatnya di sekitar hulu Kali Waim di sebelah
barat Kabupaten Sarmi, tinggallah sebuah keluarga yang terdiri dari
sepasang suami istri dan ketiga anaknya. Sang suami bernama Fotomay,
istrinya bernama Came dan ketiga anaknya adalah Sroirawi, Mingun serta
si bungsu Sibone.
Hidup keluarga ini sangat bergantung pada kebun sagu dan sebatang Pohon Gomo.
Hidup keluarga ini sangat bergantung pada kebun sagu dan sebatang Pohon Gomo.
Oleh
karena itu, keduanya dirawat dan dijaga dengan penuh perhatian,
terutama Pohon Gomo. Pohon Gomo diawasi secara khusus oleh Came.
Ketergantungan Came kepada pohon tersebut sangat mendalam sehingga
perempuan yang berwujud raksasa dan memiliki kekuatan yang sangat
dahsyat ini pernah berkata, “Akan kubunuh dan kumakan daging siapapun
yang mencuri Buah Gomoku.”
Perempuan raksasa yang sakti ini mempunyai keinginan-keinginan yang terkadang tidak terbantahkan oleh siapapun. Jika ia ingin makan daging Kasuari, ia harus makan daging Kasuari, jika ingin malan daging Lau-lau maka daging Lau-lau akan menjadi santapannya. Begitulah, tiba-tiba hari itu Came ingin sekali makan daging manusia. Kebetulan sekali, hari itu yang ada di rumah adalah Sroirawi maka dibunuhnya si sulung. Setelah dipotong-potong, daging Sroirawi direbus dalam kuali besar. Selama dibunuh sampai Came makan daging anaknya dilakukannya sambil melantunkan nyanyian-nyanyian. Nyanyian Came demikian riuhnya karena pada saat menyanyi ternyata semua anggota tubuh Came juga turut menyanyi.
Rupanya, peristiwa dibunuhnya Sroirawi oleh Came sempat disaksikan oleh Fotomay dari kejauhan. Betapa terkejutnya Fotomay melihat perbuatan istrinya. Namun, niatnya untuk menghentikan perbuatan istrinya adalah tidak mungkin. Ia sadar bahwa istrinya mempunyai kekuatan mahadahsyat yang tidak mungkin tertandingi oleh kekuatannya sendiri. Karena itu, Fotomay berlari kencang untuk menjumpai anak-anaknya.
“Anak-anakku, hari ini juga kita harus jauh dari jangkauan Mama kalian,” kata Fotomay.
“Sebenarnya, ada apa Bapak?” tanya Mingun
“Mengapa kita harus jauh dari Mama?” sambung Sibone.
“Dengarlah anak-anakku, saat Bapak pulang, Bapak melihat Mama kalian membunuh dan memakan Sroirawi. Harap kalian mengerti, hari ini yang dibunuh adalah kakak kalian, lain hari pasti salah seorang diantara kita. Dan pahamilah, kekuatan kita bertiga tidak akan mampu melawan kekuatan gaib Mama kalian.”
Mendengar penjelasan Fotomay, Mingun dan Sibone menjadi ketakutan.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Sibone.
“Jika kita lari jauh pasti akan dapat dikejarnya. Lebih baik kita mengelabuinya dengan cara mengubah wujud kita,” kata Fotomay.
“Bagaimana caranya Bapak?” tanya Mingun.
“Mari, kalian ikut Bapak!”
Dengan patuh keduanya mengikuti langkah Fotomay. Setibanya mereka di pinggir kolam yang berada di sisi Pohon Gomo, tiba-tiba Fotomay langsung terjun ke dalam kolam dan pada saat itu juga dirinya berubah menjadi seekor kura-kura. Bersamaan dengan kejadian itu, tubuh Mingun dan Sibone lenyap dari pandangan mata.
Sejak saat itu Came hidup seorang diri. Ia menghabiskan hari-harinya dengan merawat kebun sagu dan menjaga Pohon Gomo. Keduanya dirawat dan dijaga dengan tekun oleh Came. Menurut cerita, Pohon Gomo yang dimiliki Came berbeda dengan Pohon Gomo lainnya. Lazimnya Buah Gomo sebesar Buah Kelapa. Tetapi Pohon Gomo milik Came sangat besar! Bahkan konon, bijinya saja sebesar kepalan tangan manusia.
Berita tentang kehebatan Pohon Gomo milik Came ini sudah tersebar di daerah sekitar. Begitu pula di Desa Keurba, sebuah desa yang terletak di pinggir Kali Waim. Pohon Gomo milik Came menjadi perbincangan penduduk desa. Salah seorang penduduk desa yang bernama Muru sudah lama ingin makan Buah Gomo milik Came tapi keinginannya selalu tertahan ketika didengarnya cerita tua-tua desa bahwa Came akan membunuh siapa saja yang mengambil Buah Gomonya. Namun, saat ini keinginan Muru tidak terbendung lagi. Diputuskannya bahwa hari itu juga ia harus mendapatkan Buah Gomo milik Came. Meskipun banyak kerabat Muru yang berusaha mencegah, akhirnya Muru berangkat juga.
Dengan menyusuri Kali Waim, akhirnya sampailah Muru ke tempat tujuan. Sebelum memanjat Pohon Gomo milik Came, terlebih dahulu Muru harus mengikat seekor kura-kura yang akan memperingatkannya jika Came datang. Setelah menangkap seekor kura-kura, Muru mengikatnya sesuai dengan petunjuk para kerabat. Tapi Muru melakukan kesalahan besar!
Perempuan raksasa yang sakti ini mempunyai keinginan-keinginan yang terkadang tidak terbantahkan oleh siapapun. Jika ia ingin makan daging Kasuari, ia harus makan daging Kasuari, jika ingin malan daging Lau-lau maka daging Lau-lau akan menjadi santapannya. Begitulah, tiba-tiba hari itu Came ingin sekali makan daging manusia. Kebetulan sekali, hari itu yang ada di rumah adalah Sroirawi maka dibunuhnya si sulung. Setelah dipotong-potong, daging Sroirawi direbus dalam kuali besar. Selama dibunuh sampai Came makan daging anaknya dilakukannya sambil melantunkan nyanyian-nyanyian. Nyanyian Came demikian riuhnya karena pada saat menyanyi ternyata semua anggota tubuh Came juga turut menyanyi.
Rupanya, peristiwa dibunuhnya Sroirawi oleh Came sempat disaksikan oleh Fotomay dari kejauhan. Betapa terkejutnya Fotomay melihat perbuatan istrinya. Namun, niatnya untuk menghentikan perbuatan istrinya adalah tidak mungkin. Ia sadar bahwa istrinya mempunyai kekuatan mahadahsyat yang tidak mungkin tertandingi oleh kekuatannya sendiri. Karena itu, Fotomay berlari kencang untuk menjumpai anak-anaknya.
“Anak-anakku, hari ini juga kita harus jauh dari jangkauan Mama kalian,” kata Fotomay.
“Sebenarnya, ada apa Bapak?” tanya Mingun
“Mengapa kita harus jauh dari Mama?” sambung Sibone.
“Dengarlah anak-anakku, saat Bapak pulang, Bapak melihat Mama kalian membunuh dan memakan Sroirawi. Harap kalian mengerti, hari ini yang dibunuh adalah kakak kalian, lain hari pasti salah seorang diantara kita. Dan pahamilah, kekuatan kita bertiga tidak akan mampu melawan kekuatan gaib Mama kalian.”
Mendengar penjelasan Fotomay, Mingun dan Sibone menjadi ketakutan.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Sibone.
“Jika kita lari jauh pasti akan dapat dikejarnya. Lebih baik kita mengelabuinya dengan cara mengubah wujud kita,” kata Fotomay.
“Bagaimana caranya Bapak?” tanya Mingun.
“Mari, kalian ikut Bapak!”
Dengan patuh keduanya mengikuti langkah Fotomay. Setibanya mereka di pinggir kolam yang berada di sisi Pohon Gomo, tiba-tiba Fotomay langsung terjun ke dalam kolam dan pada saat itu juga dirinya berubah menjadi seekor kura-kura. Bersamaan dengan kejadian itu, tubuh Mingun dan Sibone lenyap dari pandangan mata.
Sejak saat itu Came hidup seorang diri. Ia menghabiskan hari-harinya dengan merawat kebun sagu dan menjaga Pohon Gomo. Keduanya dirawat dan dijaga dengan tekun oleh Came. Menurut cerita, Pohon Gomo yang dimiliki Came berbeda dengan Pohon Gomo lainnya. Lazimnya Buah Gomo sebesar Buah Kelapa. Tetapi Pohon Gomo milik Came sangat besar! Bahkan konon, bijinya saja sebesar kepalan tangan manusia.
Berita tentang kehebatan Pohon Gomo milik Came ini sudah tersebar di daerah sekitar. Begitu pula di Desa Keurba, sebuah desa yang terletak di pinggir Kali Waim. Pohon Gomo milik Came menjadi perbincangan penduduk desa. Salah seorang penduduk desa yang bernama Muru sudah lama ingin makan Buah Gomo milik Came tapi keinginannya selalu tertahan ketika didengarnya cerita tua-tua desa bahwa Came akan membunuh siapa saja yang mengambil Buah Gomonya. Namun, saat ini keinginan Muru tidak terbendung lagi. Diputuskannya bahwa hari itu juga ia harus mendapatkan Buah Gomo milik Came. Meskipun banyak kerabat Muru yang berusaha mencegah, akhirnya Muru berangkat juga.
Dengan menyusuri Kali Waim, akhirnya sampailah Muru ke tempat tujuan. Sebelum memanjat Pohon Gomo milik Came, terlebih dahulu Muru harus mengikat seekor kura-kura yang akan memperingatkannya jika Came datang. Setelah menangkap seekor kura-kura, Muru mengikatnya sesuai dengan petunjuk para kerabat. Tapi Muru melakukan kesalahan besar!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar